Muhammad dan Charlemagne
Mohammad Natsir
Di tengah bermacam-macam tuduhan dan celaan yang dilemparkan oleh mereka yang sontok pikiran dan ta’ashub agama terhadap Islam dan Rasulnya Sayidina Muhammad Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam, terdengarlah suatu suara dari kalangan yang sesungguhnya tidak disangka-sangka, yang amat berlainan, boleh dikatakan berlawanan sangat dengan apa yang sudah biasa didengarkan oleh kaum Muslimin dari kalangan Nasrani dan “netral agama” selama ini. Suara itu bukanlah satu suara yang terbit dari hati yang khizid dan dengki, bukan pula terpengaruh oleh salah satu keta’ashuban agama, melainkan terbit dari satu penyelidikan dan pemeriksaan yang lama, teliti dan adil serta dengan keberanian menentang dan membongkar apa-apa yang selama ini dianggap orang banyak sebagai satu kebenaran yang berdasar kepada ilmu pengetahuan yang tidak perlu dibanding lagi.
Ialah suara yang diserukan oleh seorang yang berhak menamakan dirinya ahli, dan memang diakui demikian, yakni Prof. Henti Pirenne bekas Profesor pada universitas di Gent, anggota dari “l’Academie Royale de Belgique”, dalam kitabnya “l’Mahomet et Charlemagne”.
Dengan membawakan alasan riwayat yang lengkap, didorong pula oleh keberanian mengemukakan kebenaran, Prof. Pirenne memperbandingkan dua orang pahlawan yang meninggalkan bekas dalam riwayat dunia, yakni: Muhammad saw dan Charlemagne.
Permulaan Zaman Pertengahan
Adapun yang menjadi pokok perbincangannya ialah masalah: Permulaan Zaman Tengah”. Sebagaimana kita ketahui, umum orang menganggap bahwa permulaan “Zaman-Tengah” ialah di waktu Kerajaan Roma Barat jatuh kedalam tangan bangsa Jerman pada akhir abad ke-5. Ijma’ semua ulama tarikh tentang ini, pun begitu juga yang kita pelajari dibangku sekolah.
Paham inilah yang dibongkar oleh Henri Pirenne, Dimulainya menjawab pertanyaan: Apakah sebenarnya yang menjadi ukuran untuk menentukan batasnya Zaman Purbakala dengan Zaman-Tengah? Dibentangkannya dengan jelas bahwa jatuhnya kerajaan Roma Barat ke tangan bangsa Jerman tidaklah membawa perubahan-perubahan besar. Betul kepala-kepala dari bangsa Jermania telah menduduki singgasana raja-raja Romawi, akan tetapi sekedar pertukaran orang yang duduk itulah hanya perubahan yang datang. Perekonomian, perdagangan, peradaban, kesenian dan keagamaan tetap sebagaimana sediakala.
Dengan amat tepat Prof. Pirenne memperbandingkan kedatangan bangsa Jermania dengan kedatangan bangsa Arab. Setelahnya bangsa Jermania dapat menduduki singgasana Romawi, dan setelah semua perkelahian dan peperangan dihabisi, maka bangsa yang mendapat kemenangan itu bertukar sifat dan peradabannya dengan sifat dan peradaban bangsa yang ditaklukkan, dan mereka hilanglah berangsur-angsur seolah-olah dihisap oleh masyarakat Romawi untuk meneruskan peradaban Romawi lama itu.
“Le Germain se romanise des qu’il entre dans la Romania. Le Romain au contraire s’arabise des qu’il est coquis par l’Islam”, “Orang Jermania jadi Romawi setelahnya dia masuk kenegeri Roma, sebaliknya orang Romawi menjadi ke-Araban setelahnya dia ditaklukkan Islam”.
Demikianlah perbandingan pendek tetapi tepat sekali; yang diberikan oleh ahli riwayat tersebut antara kedua sifat penaklukan ini.
“Dengan masuknya Agama Islam, timbullah satu dunia yang baru disekitar Laut Tengah, yang tadinya berpusat kekota Roma sebagai sumber peradaban dan kebudayaan. Sampai kemasa kita sekarang ini, – demikian Pirenne meneruskan keterangannya – , masih ada perpecahan dengan masuknya Islam ke Eropa Selatan ini. Semenjak itulah laut tengah menjadi pertemuan dari dua kebudayaan yang berlainan dan bertentangan, sebagai pertemua dua barisan laskar peperangan dibarisan depan.”
“Lautan Tengah ynag tadinya menjadi “hoofdkwartier” dari keagamaan dan peradaban Barat, semenjak itu menjadi “front” digelanggang perjuangan. Dengan kedatangan Islam, pecahlah benteng yang kokoh selama ini.”[1]
Benteng Agama dan Keimanan
Ada satu hal lagi yang harus mendapat penyelidikan lebih jauh dalam hal ini. Bangsa Jermania yang menyerbu ke Romawi itu, yang bilangannya lebih besar dari orang Islam yang menyerbu nantinya, tidak dapat menaklukkan ruhani bangsa R$omawi itu, walaupun kekuatan jasad dan kekuatan material lain-lain ketika itu ada ditangan Bangsa Jermania itu. Malah sebaliknya bangsa Jermania itulah yang ditelan oleh bangsan yang ditaklukkan itu, seperti diterangkan diatas.
Kenapakah bangsa Arab yang membawa Agama Islam tidak demikian halnya setelah berhadapan dengan bangsa Romawi itu? Hanya satu jawabnya pertanyaan ini, yakni: Orang Jermania masuk dengan senjata pedang dan kekerasan jasad semata-mata, sedang orang Islam masuk dengan senjata jasmani yang didampingi oleh senjata rohani.
Bagi orang Islam bilamana jihad jasmani telah selesai dan semua senjata telah diletakkan, disana dimulainyalah jihad ruhani yang mempunyai taktik strategi, cara-cara dan senjata yang tersendiri pula.
Maka akan kalahlah satu kaum yang tidak atau lemah “senjata ruhani”nya ini, walau mereka telah duduk diatas singgasana kekuasaan sekalipun.
“Oleh bangsa Jermania tidaklah ada satu senjata apapun yang dapat dimajukannya penangkis Agama Kristen Romawi, tetapi bangsa Arab mempunyai kekuatan semangat yang berkobar-kobar dari satu keimanan yang Baru.”[2]
Senjata ruhani inilah yang menyebabkan kita orang Timur, yang walaupun bagaimana hebatnya ditindas oleh bangsa Barat, tapi tetap tidak dapat dihancur leburkannya kebudayaan dan peradaban kita oleh orang Barat itu sampai sekarang.
Tetapi orang Baratpun sekarang mempunya kedua macam senjata itu pula, yakni senjata jasmani dan senjata ruhani yang berupa agama. Maka akan lebih-lebih hancur leburlah satu bangsa apabila disamping mereka tidak mempunyai kekuatan jasad, sudah hilang pula senjata ruhani yang ada didalam dada mereka, sebagaimana orang Jermania hancur lebur ditelan kebudayaan Romawi dalam riwayat itu.
Charlemagne
Dimanakah terletaknya kebesaran Charlemagne itu? Tak lain ialah lantaran Raja yang besar ini mahfum bahwa senjata ruhani tak dapat ditaklukkan dengan pedang terhunus, akan tetapi harus dilawan dengan senjata ruhani pula. Maka dikerahkannyalah laskarnya menahan serangan Islam, tidak saja dengan menghadapi tentara Islam dimedan perang tetapi juga dengan menyusun organisasi pengkristenan yang teratur. Didirikannya pendidikan-pendidikan Kristen, diperintahkannya rakyatnya memeluk Agama Kristen dengan selekasnya, malah kalau perlu dengan paksa!
Sejak itulah baru boleh disebutkan ada perubahan besar di Dunia Barat, dan disaat itulah mulainya Zaman Tengah, – demikian pendapat Prof. Henri Pirenne. Ditutupnya pemandangannya tentang ini dengan: “ Il est donc rigoureusement vraire de dire que sans Mahomet Charlemagne est inconceivable”. “Oleh karena itu adalah satu kebenaran, yang tak dapat dibantah lagi bahwasanya kalau sekiranya tak ada Muhammad, tak dapatlah dibayangkan akan adanya Charlesmagne…!”.
Agak berlainan terdengarnya pendapat yang berdasarkan penyelidikan yang jujur dan penuh keberanian yang dikemukakan oleh seorang ahli tarikh seperti Henri Pirenne ini, dari suara-suara yang kerap kali terdengar oleh kita dari pihak-pihak muarrikh selama ini.
NOVEMBER 1938.
[1]Mohamet et Charlesmagne pag. 132
[2] Ibid, pag.130
Sumber:http://www.hasanalbanna.com/muhammad-dan-charlemagne/
Mohammad Natsir
Di tengah bermacam-macam tuduhan dan celaan yang dilemparkan oleh mereka yang sontok pikiran dan ta’ashub agama terhadap Islam dan Rasulnya Sayidina Muhammad Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam, terdengarlah suatu suara dari kalangan yang sesungguhnya tidak disangka-sangka, yang amat berlainan, boleh dikatakan berlawanan sangat dengan apa yang sudah biasa didengarkan oleh kaum Muslimin dari kalangan Nasrani dan “netral agama” selama ini. Suara itu bukanlah satu suara yang terbit dari hati yang khizid dan dengki, bukan pula terpengaruh oleh salah satu keta’ashuban agama, melainkan terbit dari satu penyelidikan dan pemeriksaan yang lama, teliti dan adil serta dengan keberanian menentang dan membongkar apa-apa yang selama ini dianggap orang banyak sebagai satu kebenaran yang berdasar kepada ilmu pengetahuan yang tidak perlu dibanding lagi.
Ialah suara yang diserukan oleh seorang yang berhak menamakan dirinya ahli, dan memang diakui demikian, yakni Prof. Henti Pirenne bekas Profesor pada universitas di Gent, anggota dari “l’Academie Royale de Belgique”, dalam kitabnya “l’Mahomet et Charlemagne”.
Dengan membawakan alasan riwayat yang lengkap, didorong pula oleh keberanian mengemukakan kebenaran, Prof. Pirenne memperbandingkan dua orang pahlawan yang meninggalkan bekas dalam riwayat dunia, yakni: Muhammad saw dan Charlemagne.
Permulaan Zaman Pertengahan
Adapun yang menjadi pokok perbincangannya ialah masalah: Permulaan Zaman Tengah”. Sebagaimana kita ketahui, umum orang menganggap bahwa permulaan “Zaman-Tengah” ialah di waktu Kerajaan Roma Barat jatuh kedalam tangan bangsa Jerman pada akhir abad ke-5. Ijma’ semua ulama tarikh tentang ini, pun begitu juga yang kita pelajari dibangku sekolah.
Paham inilah yang dibongkar oleh Henri Pirenne, Dimulainya menjawab pertanyaan: Apakah sebenarnya yang menjadi ukuran untuk menentukan batasnya Zaman Purbakala dengan Zaman-Tengah? Dibentangkannya dengan jelas bahwa jatuhnya kerajaan Roma Barat ke tangan bangsa Jerman tidaklah membawa perubahan-perubahan besar. Betul kepala-kepala dari bangsa Jermania telah menduduki singgasana raja-raja Romawi, akan tetapi sekedar pertukaran orang yang duduk itulah hanya perubahan yang datang. Perekonomian, perdagangan, peradaban, kesenian dan keagamaan tetap sebagaimana sediakala.
Dengan amat tepat Prof. Pirenne memperbandingkan kedatangan bangsa Jermania dengan kedatangan bangsa Arab. Setelahnya bangsa Jermania dapat menduduki singgasana Romawi, dan setelah semua perkelahian dan peperangan dihabisi, maka bangsa yang mendapat kemenangan itu bertukar sifat dan peradabannya dengan sifat dan peradaban bangsa yang ditaklukkan, dan mereka hilanglah berangsur-angsur seolah-olah dihisap oleh masyarakat Romawi untuk meneruskan peradaban Romawi lama itu.
“Le Germain se romanise des qu’il entre dans la Romania. Le Romain au contraire s’arabise des qu’il est coquis par l’Islam”, “Orang Jermania jadi Romawi setelahnya dia masuk kenegeri Roma, sebaliknya orang Romawi menjadi ke-Araban setelahnya dia ditaklukkan Islam”.
Demikianlah perbandingan pendek tetapi tepat sekali; yang diberikan oleh ahli riwayat tersebut antara kedua sifat penaklukan ini.
“Dengan masuknya Agama Islam, timbullah satu dunia yang baru disekitar Laut Tengah, yang tadinya berpusat kekota Roma sebagai sumber peradaban dan kebudayaan. Sampai kemasa kita sekarang ini, – demikian Pirenne meneruskan keterangannya – , masih ada perpecahan dengan masuknya Islam ke Eropa Selatan ini. Semenjak itulah laut tengah menjadi pertemuan dari dua kebudayaan yang berlainan dan bertentangan, sebagai pertemua dua barisan laskar peperangan dibarisan depan.”
“Lautan Tengah ynag tadinya menjadi “hoofdkwartier” dari keagamaan dan peradaban Barat, semenjak itu menjadi “front” digelanggang perjuangan. Dengan kedatangan Islam, pecahlah benteng yang kokoh selama ini.”[1]
Benteng Agama dan Keimanan
Ada satu hal lagi yang harus mendapat penyelidikan lebih jauh dalam hal ini. Bangsa Jermania yang menyerbu ke Romawi itu, yang bilangannya lebih besar dari orang Islam yang menyerbu nantinya, tidak dapat menaklukkan ruhani bangsa R$omawi itu, walaupun kekuatan jasad dan kekuatan material lain-lain ketika itu ada ditangan Bangsa Jermania itu. Malah sebaliknya bangsa Jermania itulah yang ditelan oleh bangsan yang ditaklukkan itu, seperti diterangkan diatas.
Kenapakah bangsa Arab yang membawa Agama Islam tidak demikian halnya setelah berhadapan dengan bangsa Romawi itu? Hanya satu jawabnya pertanyaan ini, yakni: Orang Jermania masuk dengan senjata pedang dan kekerasan jasad semata-mata, sedang orang Islam masuk dengan senjata jasmani yang didampingi oleh senjata rohani.
Bagi orang Islam bilamana jihad jasmani telah selesai dan semua senjata telah diletakkan, disana dimulainyalah jihad ruhani yang mempunyai taktik strategi, cara-cara dan senjata yang tersendiri pula.
Maka akan kalahlah satu kaum yang tidak atau lemah “senjata ruhani”nya ini, walau mereka telah duduk diatas singgasana kekuasaan sekalipun.
“Oleh bangsa Jermania tidaklah ada satu senjata apapun yang dapat dimajukannya penangkis Agama Kristen Romawi, tetapi bangsa Arab mempunyai kekuatan semangat yang berkobar-kobar dari satu keimanan yang Baru.”[2]
Senjata ruhani inilah yang menyebabkan kita orang Timur, yang walaupun bagaimana hebatnya ditindas oleh bangsa Barat, tapi tetap tidak dapat dihancur leburkannya kebudayaan dan peradaban kita oleh orang Barat itu sampai sekarang.
Tetapi orang Baratpun sekarang mempunya kedua macam senjata itu pula, yakni senjata jasmani dan senjata ruhani yang berupa agama. Maka akan lebih-lebih hancur leburlah satu bangsa apabila disamping mereka tidak mempunyai kekuatan jasad, sudah hilang pula senjata ruhani yang ada didalam dada mereka, sebagaimana orang Jermania hancur lebur ditelan kebudayaan Romawi dalam riwayat itu.
Charlemagne
Dimanakah terletaknya kebesaran Charlemagne itu? Tak lain ialah lantaran Raja yang besar ini mahfum bahwa senjata ruhani tak dapat ditaklukkan dengan pedang terhunus, akan tetapi harus dilawan dengan senjata ruhani pula. Maka dikerahkannyalah laskarnya menahan serangan Islam, tidak saja dengan menghadapi tentara Islam dimedan perang tetapi juga dengan menyusun organisasi pengkristenan yang teratur. Didirikannya pendidikan-pendidikan Kristen, diperintahkannya rakyatnya memeluk Agama Kristen dengan selekasnya, malah kalau perlu dengan paksa!
Sejak itulah baru boleh disebutkan ada perubahan besar di Dunia Barat, dan disaat itulah mulainya Zaman Tengah, – demikian pendapat Prof. Henri Pirenne. Ditutupnya pemandangannya tentang ini dengan: “ Il est donc rigoureusement vraire de dire que sans Mahomet Charlemagne est inconceivable”. “Oleh karena itu adalah satu kebenaran, yang tak dapat dibantah lagi bahwasanya kalau sekiranya tak ada Muhammad, tak dapatlah dibayangkan akan adanya Charlesmagne…!”.
Agak berlainan terdengarnya pendapat yang berdasarkan penyelidikan yang jujur dan penuh keberanian yang dikemukakan oleh seorang ahli tarikh seperti Henri Pirenne ini, dari suara-suara yang kerap kali terdengar oleh kita dari pihak-pihak muarrikh selama ini.
NOVEMBER 1938.
[1]Mohamet et Charlesmagne pag. 132
[2] Ibid, pag.130
Sumber:http://www.hasanalbanna.com/muhammad-dan-charlemagne/
No comments:
Post a Comment